PMII KOMUNIS

PMII KOMUNIS
Mundur Satu Langkah Adalah suatu bentuk penghianatan

Kamis, 26 November 2015

Guruku Pahlawanku…


Oleh: Dian Rahayu Safitri *) Guru dan ilmu merupakan dua sisi yang tak dapat dipisahkan. Guru itu gerbang dari segala ilmu, tidak akan sempurna ilmu seseorang tanpa guru, bahkan besar potensinya untuk sesat atau menyesatkan, bila tanpa guru. Seperti di tulis dalam kitab ta’lim muta’alim dalam syair Burhanuddin Al-Zarnuji, yang mengatakan, “Engkau tidak akan mencapai ilmu kecuali dalam enam perkara: cerdas, bersungguh-sungguh, sabar, ada bekal, guru yang membimbing (bold), dan waktu yang panjang”. Syair itu meletakkan guru sebagai syarat mutlak untuk mencari ilmu. Islam sangat memuliakan guru, karena guru dekat dengan ilmu, dan Islam itu penuh dengan ilmu. Betapa mulia dan pentingnya guru sebagai pembimbing penerus bangsa. Di zaman modern ini guru mempunyai beban mengantarkan murid agar memiliki karakter yang baik, tidak hanya memiliki pengetahuan dunia saja, tetapi juga agama. Sebegitu besarnya peran guru dalam pembentukan karakter, maka sudah seharusnya kita selalu menghargai jasa-jasa para guru, karena perjuangan dan pengorbanannya yang luar biasa. Guruku Pahlawanku, pahlawan pendidikan bagi anak negeri… *)PMII Rayon Al-Kindi, Komisariat Unisma

TANTANGAN PARA GURU KEDEPANYA

Oleh: Amran Umar Ketua PMII Komisariat Unisma Hari ini, tanggal 25 November 2015 yang bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional ke-70. Agenda sakral ini selalu diperingati setiap tahun dan telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Guru merupakan profesi yang sangat mulia dalam kehidupan ini, ya bagaimana tidak, seorang Presiden, serta penyelenggara Negara lainya, pengusaha, insinyur,dokter, politisi dan lain-lain, semua itu akarnya adalah guru. Sehingga begitu besar perjuangan para guru-guru kita dalam mempengaruhi roda kehidupan manusia, mampu membentuk karakter bangsa yang lebih baik lagi. Kita bisa membaca, menulis, berhitung, semua itu adalah berkat jasa para guru kita yang dengan ikhlas mengajarkan kita arti dari kehidupan ini, dimana kalau kita tidak bisa membaca, menulis dan berhitung maka sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa bersiang dengan Negara manapun dan akan selamanya juga kita akan terus dibodohi oleh orang lain. Guru merupakan tonggak sejarah cikal bakal lahirnya generasi muda emas Indonesia kedepan, guru adalah wasilah yang dapat mengantarkan bangsa ini meraih harkat serta martabatnya sebagai bangsa yang besar dan mampu berbicara banyak di penjuru dunia. Dengan jasa para guru, dengan sikap dan sifat lemah lembutnya, diharapkan nantinya akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang berkarakter serta tangguh, dan mampu membawa negeri tercinta ini pada masa kejayaanya dimana mampu bersaing dengan Negara-negara maju lainya. Negeri kita ini merupakan Negara dengan penduduk terbesar ke 4 di dunia, maka sudah saatnya kualitas kita harus ditunjukan kepada dunia, dengan mencerdaskan anak bangsa kita, memberikan perhatian yang lebih kepada para pemuda karena merekalah yang membawa Indonesia ini kedepanya menjadi bangsa yang besar, tentu caranya melalui apa?, ya tidak hanya menuntut para guru-guru untuk bekerja ekstra keras, tapi kesejahteraan mereka juga harus diperhatikan, intinya sama-sama mendapatkan manfaat bagi guru dan murid-muridnya. Sejalan dengan tantangan kehidupan global diera kini, peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin besar serta kompleks, sehingga menuntut guru untuk senantiasa melakukan berbagai peningkatan dan penyesuaian kemampuan profesionalnya, dimana guru harus inovatif, kreatif dan memiliki ide-ide cemerlang yang membangun agar para murid-muridnya tidak jenuh dan malas-malasan dalam menerima materi. Semoga diusianya yang ke 70, guru mampu memberikan persembahan terbaik kepada bangsa ini, tantangan guru kedepanya adalah bagaimana membentuk karakter dan akhlak siswa saat ini yang sudah terbawa arus globalisasi yang cenderung modernitas dimana guru harus mampu mengkolaborasikan modernitas itu tadi dengan kebudayaan ketimuran Indonesia, artinya guru harus mampu mengambil sisi-sisi baik dari globalisasi itu serta tidak menghilangkan budaya-budaya indonesia yang santun serta mampu menyelesaikan permasalahan siswa yang kompleks kedepanya. “Setiap keberhasilan yang anda raih, bermula dari jutaan tetes keringat dari guru-guru anda dalam memberikan anda pelajaran terbaik. Dan mengupayakan agar anda memahami pelajaran tadi”. SELAMAT HARI GURU NASIONAL.

Rabu, 25 November 2015

Mengatasi Krisis “Kepemimpinan” Pemuda

Oleh : Heri Kiswanto *) 

Pemuda merupakan ujung tombak bagi perubahan bangsa. Artinya gagasan dan ide-idenya dinantikan dimasa sulit dan krisis kepercayaan terhadap pemimpin-pemimpin sebelumnya. Bahkan peran dan fungsinya diharapkan mampu mengatasi persoalan dan ketidakstabilan ekonomi dalam negeri dewasa ini. 

Namun yang kita tahu, pemuda saat ini lebih gemar dan sibuk dengan ponsel atau handphone canggih yang menyediakan konten serta fitur menarik didalamnya. Tentu, hal tersebut berpengaruh terhadap kepedulian di lingkungan sosial. 

Contoh sederhananya lupa makan, beribadah hingga jarang berkomunikasi dengan orang tua dan orang terdekatnya di rumah. 

Selebihnya, malas pergi ke sekolah dan kampus, cukup akan dirasakan dimasa mendatang akibat krisis kepercayaan dan kemandirian dari diri pemuda. 

Tanpa mengesampingkan kemajuan dan perkembangan zaman, ada beberapa hal yang perlu ditanamkan demi menumbuhkan rasa nasionalisme pemuda, agar menyala kembali. 

Pertama, mengembalikan semangat dan motivasi melalui pendidikan di lingkup keluarga serta lingkungan pendidikan formal(kuliah). 

Kedua, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) tanpa mengesampingkan kearifan dan budaya lokal. 

Ketiga, terjun ke masyarakat secara langsung dengan mensosialisasikan kegunaan internet sebagai media informasi dan referensi keilmuan. 

Keempat, hafal lagu-lagu wajib, pancasila, peringatan hari nasional serta kerukunan umat beragama, sejarah NKRI, nama-nama pahlawan nasional, kebinekaan, UUD' 45, nama-nama pejabat negara, dan hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara. 

Kelima, meningkatkan peran pemuda untuk ikut serta dalam setiap kegiatan sosial di masyarakat, baik di perkotaan maupun desa dan pinggiran. Sebagai bangsa yang besar hal-hal tersebut diharapkan mampu menjadi dasar mengatasi krisis kepemimpinan pemuda yang mulai tergerus oleh kemajuan zaman. 

Bangun tersentak dari bumiku subur ...

*) Ketua Rayon PMII Rona Gallusia Koms. Unisma (Periode 2011-2012)

Selasa, 24 November 2015

Merekonstruksi Pendidikan Berbasis Multikultural

Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang demokratis. Meski demokratis itu sempat terkurung dan dikebiri masa Orde Baru. Hak-hak warga Negara selama 32 tahun disumbat dan dikekang oleh pemerintah. Setelah arus “reformasi” bergulir, yang lebih bertedensi pada kebebasa rakyat ibarat air yang mengambil istilah Norcholis Majid yang semula tersumbat kemudian dibuka, air keras kontan meyerobot keluar. Cita-cita reformasi kini nampaknya mengalami kemacetan dalam pelaksanaannya, ada baiknya digulirkan kembali. Alat penggulir bagi proses-proses reformasi ssebaiknya secara model dapat dioperasionalkan dan dimonitor, yaitu mengaktifkan model multikulturalisme untuk meningkatkan masyarakat yang majemuk dan secara bertahap memasuki masyarakat multikultural Indonesia. Sebagai model, maka masyarakat multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi multikulturalme atau dengan kata Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal. Indonesia, seperti anggapan banyak orang mengandung muatan yang syarat kemajemukan, maka pendidikan multicultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari tranformasi dan refomasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan melalui pendidikan. Secara definisi, dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1973, bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha yang didasari untuk dikembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan didalam maupun diluar sekolah/perguruan tinggi, dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan multikultural adalah cara penanaman cara hidup mengghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural , diharapkan adanya kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak. Pendidikan multikultural sangat penting untuk diterapkan guna meminimalisir dan mencegah terjadinya konflik dibeberapa daerah. Melalui pendidikan berbasis multikultural, sikap dan mindset (pemikiran) pelajar/mahasiswa akan terbuka untuk memahami dan mengahargai keberagaman. Dengan pengembangan model pendidikan berbasis multikultural, diharapkan mampu menjadi salah satu metode efektif meredam konflik. Selain itu, pendidikan multikultural bisa menanamkan sekaligus mengubah pemikiran peserta didik untuk benar-benar tulus menghargai keberagaman etnis, agama, ras, dan antar golongan.

Senin, 23 November 2015

Meski Sedikit, Tetap Istiqomah

Oleh : Heri Kiswanto *) 

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi. Mahasiswa dituntuk aktif dalam mengembangkan wawasan agar lebih cakap, terampil dan kompeten dalam aktifitas akademik ataupun non akademik. 

Artinya, menjelajahi cakrawala keilmuan perlu disinergikan antara disiplin ilmu (fakultatif) serta keorganisasian. 

Wawasan keilmuan mahasiswa yang meliputi softskill dan hardskill perlu digali dan ditingkatkan ke arah yang lebih matang. Sebab, disadari atau tidak sebagai agen of change (agen perubahan) kemampuan tersebut diperlukan oleh masyarakat khususnya pedesaan dan pinggiran yang notabene mengalami keterbatasan akses informasi dan internet. 

Berkaitan dengan disiplin ilmu, Rayon Rona Gallusia Fakultas Peternakan Komisariat Unisma pernah melakukan kunjungan ke masyarakat peternak. 

Dalam rangka membangun soliditas pengurus dan wadah aktualisasi pengembangan kajian disiplin ilmu (peternakan), hal itu menjadi tantangan besar bagi kami yang belum berpengalaman. Tapi tak menyurutkan niat pengurus untuk tetap mengedepankan semangat anggota dan kader. 

Kenapa perlu dicoba? dikarenakan, kami pernah mengkaitkan antara diskusi disiplin ilmu sebulan sekali dan terjun ke masyarakat untuk mengetahui secara langsung problem yang ada di masyarakat, terutama menganalisis dan berbincang-bincang bersama pemilik ternak. 

Yang unik, populasi ternak pada peternakan rakyat di Jawa Timur sangatlah besar. Hampir rata-rata berpotensi menciptakan bibit ternak lokal unggul di Indonesia.

Sayangnya, terjun ke masyarakat kini menjadi kegiatan yang jarang dilakukan oleh Mahasiswa. Setidaknya menjalankan program kerja yang diharapkan anggota dapat berjalan kontinu (terus-menerus). Diiringi kemauan kuat dan semangat berorganisasi.

Tidak mustahil, kami ikut senang serta bangga dengan ide-ide atau gagasan tentang kajian eksakta tetap bertahan eksis sampai sekarang. Khususnya mengembalikan semangat belajar bersama peternak. Dan bahkan  bermanfaat kelak setelah kita lulus kuliah dan bekerja. Amin.

*) Ketua PMII Rayon Rona Gallusia 2011-2012). HP : 087859786626

Jumat, 06 November 2015

POTRET MAHASISWA SAAT INI

Oleh: Amran Umar *)

Pada era pasca reformasi ini, bisa dikatakan daya kritis mahasiswa semakin hari kian tenggelam, bahkan eksistensinya sebagai agent of change serta agent social of controlnya kian meredup. Itu semua tak terlepas dari kemajuan zaman.

Saat ini, diakui atau tidak, mahasiswa sudah mulai apatis terhadap kondisi lingkungan sekitar, padahal nantinya akan berakibat fatal, baik untuk individu mahasiswa itu, maupun masyarakat luas. Sebelumnya saya jelaskan beberapa karakter kehidupan mahasiswa yang sering saya jumpai saat ini:

1. Mahasiswa Akademisi: biasanya melihat kesuksesan dari parameter nilai atau indeks prestasi kumulatif (IPK), sehingga keseharianya hanya memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan nilai bagus tanpa memikirkan kondisi lingkungan sekitarnya.

2. Mahasiswa Hedonis: seiring perkembangan zaman, kini banyak kita temukan mahasiswa yang kerjaanya hanya senang-senang, sukanya di pusat perbelanjaan seperti mall. Mereka tidak terlalu memikirkan kuliahnya, apalagi memikirkan realita yang ada disekitarnya. Yang ada pada pikiran mereka, yang penting happy!

3. Mahasiswa Aktifis: mahasiswa tipe ini tidak hanya memikirkan kuliah, tapi juga memiliki daya kritis terhadap kebijakan apapun, yang pada kalau merugikan masyarakat, mereka dengan suara lantang menentangnyam dan senantiasa berusaha menegakkan keadilan dan sebagainya.

ah,Nah, untuk tipe terakhir ini jumlahnya sudah mulai berkurang, karena kebanyakan mahasiswa saat ini lebih memilih game online dibanding berdiskusi dan membaca realita yang ada di masyarakat.

Melihat beberapa karakter mahasiswa di atas, maka yang banyak kita jumpai saat ini adalah mahasiswa yang hedonis, yang tak jarang bolos kuliah hanya untuk bersenang-senang di mall, hura-hura, bahkan terlibat kebiasaan negatif yang sebenarnya justru merugikan dan merusak masa depan mereka kelak.

Mereka tak peduli bagaimana nasibnya sebagai mahasiswa, tak peduli akan IPK, apalagi memikirkan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya.

Itulah potret mahasiswa saat ini. Mereka jarang membaca, jarang berdiskusi mengenai ilmu pengetahuan, apalagi menulis. Bila mahasiswa saat ini kebanyakan seperti itu, lalu apa yang terjadi sepuluh tahun yang akan datang? Bukankah para mahasiswa itu calon pemimpin masa depan?

Peran Perguruan Tinggi

Kampus yang sejatinya menjadi surga bagi kaum intelektual, kini berubah menjadi tempat yang menyeramkan bagi mereka yang kehidupanya penuh kesenagan. Artinya, kampus sebagai tempat mencari ilmu, seharusnya berperan sangat besar merubah karakter mahasiswa, bagaimana Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidkan, penelitian dan pengabdian masyarakat) harus benar-benar diterapkan, juga melatih mahasiswa dengan kemampuan soft skillnya.

Berdasar fenomena saat ini, mahasiswa hanya dituntut untuk mengerjakan tugas, tugas dan tugas, dengan mendewakan IPK, sehingga yang terjadi, saat mahasiswanya lulus, justru tidak pernah tau bagaimana caranya menghadapi dunia nyata di masyarakat, tidak siap terjun ke masyarakat karena tidak memiliki bekal menerima kenyataan, serta tidak pernah diajarkan bagaimana cara berkomunikasi yang baik saat mengahadapi masyarakat yang berlatar belakang pendidkan berbeda.

Dalam kehidupan kampus misalnya, mahasiswa seharusnya mulai belajar mengambil peran kepemimpinan di berbagai organisasi yang ada. Karena, dengan adanya semangat dan tekad membara serta didikan yang baik, tidak mendewakan IPK, nantinya akan melahirkan insan-insan ideologis yang menjadi aset penting bagi bangsa serta menempati pos-pos kepemimpinan strategis di negeri ini.

Semangat dan idealisme yang kuat saat ini akan menjelma sebagai kekuatan untuk mengontrol kebijakan-kebijakan pelayanan publik yang ada, sehingga manakala ada kebijakan publik yang menyeleweng, tidak pro rakyat, mahasiswa dapat mengambil peran penting untuk menjelaskan dan meminta pertanggungjawaban dari pihak terkait, karena ada sebuah kebenaran dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Karena mahasiswa harus ksatria, siap membela manakala ada hak-hak rakyat yang tertindas. Dari identitas dirinya, mahasiswa harus mempunyai tanggung jawab intelektual, tanggung jawab sosial, dan tanggung jawab moral pada masyarakat, sebagai pertanggungan jawabnya sebagai kaum terdidik.

*) Ketua Komisariat PMII Unisma


Kamis, 05 November 2015

MINIMNYA KETERLIBATAN PEMUDA

Diera modern sekarang ini peran Pemuda sangat dibutuhkan dalam mengawal proses politik yang santun, jujur, dan memberikan pendidikan yang positif bagi masyarakat luas bahwa politik itu bukanlah hal yang kotor. Peran pemuda sejak negeri ini masih dijajah hingga saat ini selalu memiliki gairah dalam mendorong gerakan politik alternatif yang bersifat membangun. Pemuda adalah tulang punggung bangsa yang diharapkan oleh semua kalangan agar mampu memperbaiki masa depan negara. Sejarah mencatat, peran politik pemuda mampu berkontribusi yang lebih dalam merubah roda sejarah, seperti contoh perkumpulan Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda pada tanggal 28 oktober, gerakan perjuangan membela kemerdekaan, sampai pada gerakan reformasi tahun 1998 yakni meruntuhkan rezim orde baru adalah jerih payah pemuda yang berhasil membuat zaman terus bergerak menjadi lebih baik. Dalam setiap generasinya, pemuda memang memiliki peran yang sangat sentral dalam mendobrak kebuntuan politik hingga sekarang. Sebagaimana hari ini, bangsa kita masih perlu untuk mendapatkan sentuhan idealisme dan daya kritis yang solutif dimana peran pemuda dalam mengawal proses transisi demokrasi ditingkat lokal, seperti Pilkada sangatlah penting. Ironisnya, pemuda hari ini menganggap politik itu adalah hal yang kotor, menjijikan, sehingga para pemuda masih mengasingkan diri dalam dinamika politik lokal di Indonesia. Hal ini juga terjadi, karena anggapan kaum muda masa kini tentang praktik politik adalah kegiatan yang membosankan, membingungkan dan harus dihindari. Padahal, keterlibatan pemuda dalam politik memiliki kekuatan laten yang patut dibangkitkan diberbagai daerah negeri ini. Saya terinspirasi dengan perkataan Bertolf Brecht (seorang penyair dan penulis naskah drama yang berasal dari Jerman), yakni “Buta yang terburuk adalah BUTA POLITIK, dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, dan lain-lain, semua tergantung pada KEPUTUSAN POLITIK. Orang yang BUTA POLITIK begitu bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia membenci politik. Dia tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya sehingga lahirlah pelacur, anak terlantar dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”. Dari kutipan diatas sangat jelas mengenai sehat tidakya perekonomian suatu bangsa, maju serta mundurnya sebuah negara itu semua karena politik, maka dari itu sudah saatnya pemuda hari ini untuk berani mengambil resiko untuk belajar dan terjun kedunia politik. Opini yang sering digiring oleh pemuda yang apatis terhadap politik saat ini yakni dengan melihat hiruk pikuknya perpolitikan nasional kita yang sarat akan korupsi, sehingga mereka katakan terjun kedunia politik berarti kita menjadi bagian dari mereka yang korupsi, sehingga mereka lebih memilih untuk tidak masuk kedalam dunia politik. Ketika kita apatis melihat realita yang ada seharusnya kita sebagai kaum muda pergerakan harus optimis untuk merubahnya, kalau bukan pemuda saat ini siapa lagi?, apa perlu harus menunggu tua dulu?, saya rasa tidak. Sudah saatnya kaum muda bergerak untuk merubah itu semua, dari tidak baik menjadi baik, dari apatis menjadi optimis. Jangan berharap perubahan itu seperti membalikan telapak tangan tapi perubahan itu butuh proses, jadilah kaum muda yang menjadi pelopor dalam kehidupan bernegara, menjadi contoh serta panutan bagi masyarakat luas. Ingat yang perlu dicatat oleh pemuda saat ini adalah Masyarakat masih membutuhkan para pemuda yang memiliki kematangan intelektual, kreatif, percaya diri, inovatif, memiliki kesetiakawanan sosial dan semangat nasionalisme yang tinggi dalam pembangunan nasional. Pemuda diharapkan mampu bertanggung jawab dalam membina kesatuan dan persatuan NKRI, serta mengamalkan nilai-nilai yang ada di dalam pancasila agar terciptanya kedamaian, kesejahteraan umum, serta kerukunan antar bangsa. Sudah saatnya para pemuda untuk tidak buta akan politik, tapi bagaimana mereka kedepanya akan menjadi bagian dari itu semua untuk menjadi indonesia sebagai negara yang bermartabat dimana sang ibu pertiwi bangga dengan anak cucunya. Teringat wasiat yang disampaiakn oleh Bung Karno kepada kaum muda saat rapat akbar Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI) pada 1965: Hari kemudian Indonesia bukan di tangannya Bung Karno thok… Hari kemudian Indonesia adalah terutama sekali di dalam tangannya pemuda-pemudi, yang hidup di zaman sekarang. Di segala lapangan, aku minta engkau betul-betul pemuda Indonesia yang gilang gemilang!. Begitu besar harapan dari sang proklamator bangsa ini, Bung Karno kepada kaum muda agar terlibat aktif membangun negeri ini, untuk itu kita sebagai pemuda mari bersama-sama berkontribusi yang positif untuk menjadi pelaku sejarah dengan keterlibatan kita dalam perpolitikan nasional. Oleh:Amran Umar Ketua PMII Komisariat Unisma 2015-2016